Kamis, 15 Juni 2017

Seminar Pengembangan Diri dan Kasus

Hallo semuanya. Kali ini saya akan review Seminar Pengembangan Diri yang bertema “Seni Berbicara di Depan Publik dan Strategi Berkarir”. Seminar ini telah dilaksanakan pada hari Selasa, 13 Juni 2017.

STRATEGI BERKARIR
Untuk membangun suatu bisnis sangat diperlukan strategi-strategi agar bisnis itu berjalan dengan baik, lancar dan menghasilkan suatu usaha yang unggul dibanding usaha lainnya. Seperti yang dilakukan oleh Kawan Lama Group, dalam menjalankan usahanya mereka memiliki strategi dan budaya organisasi yang baik dan menjadikan perusahaan itu bertahan lama dan menjadi perusahaan yang maju.
Tidak hanya strategi yang Kawan Lama Group utamakan, namun budaya organisasi dalam perusahaan mereka terapkan. Berikut budaya organisasi dalam Kawan Lama Group:
a.       People: ELITE
-          E: Excellence, dimana karyawan harus memberikan hal yang terbaik untuk perusahaan
-          L: Leadership, setiap karyawan harus memiliki inisiatif
-          I: Integrity, dimana karyawan harus memiliki kejujuran yang tinggi dan kejujuran itu sangat diutamakan
-          T: Teamwork, setiap karyawan harus saling bekerja sama demi mencapai tujuan yang dimiliki perusahaan
-          E: Enthusiasm, antusias dalam melakukan sesuatu
b.      Location: COSY
-          Clear
-          Organized
-          Save
-          Yoss
c.       Service: HELPFUL
d.      Product: QSV
-          Quality
-          Service
-          Value
e.       Way of Works: SBF
-          Smarter
-          Better
-          Faster
Lalu agar sukses dalam berkarier harus ada 3 diamond (3 intan), yaitu:
a.       Difference, menjadi yang berbeda dari yang lainnya, menjadi yang paling unggul
b.      Dream Big, seorang individu harus memiliki target dan dapat melakukannya dengan baik
c.       Dare to Fight for Dreams, harus bisa menaklukan tantangan dalam menghadapi mimpinya

SENI BERBICARA
Public speaking merupakan seni untuk menyihir orang lain. Jadi berbicara di depan umum itu harus memiliki seni. Karena terkadang orang-orang yang berbicara di depan umum itu merasa lebih takut, mereka merasa lebih kecil dibandingkan dengan audiensnya. Mereka merasa takut karena merasa diperhatikan lebih detail. Berbicara di depan umum pun harus ada konten yang menarik.
Teknik untuk public speaking yang baik:
a.       Perhatikan vocal/suara kita
b.      Perhatikan intonasi/nada suara
c.       Postur tubuh/cara berdiri harus dengan baik, karena postur tubuh/cara berdiri kita mempresentasikan siapa diri kita
d.      Eye contact, usahakan memiliki banyak kontak mata dengan audiens
e.       Jeda ketika berbicara harus diperhatikan
f.       Smiling voice, berbicara dengan senyum
Konten yang baik untuk berbicara di depan umum:
a.       Jangan berbicara berbelit-belit
b.      Mempunyai tujuan (akan berbicara mengenai apa)
c.       Membuat point-point apa yang akan disampaikan
d.      Tulis detail point-point itu, jangan pernah dihafalkan
e.       Pesan dan konten yang disampaikan harus bisa dipahami oleh audiens 

ANALISIS KASUS


PENDAHULUAN
Liputan6.com, New York: Setelah Eastman Kodak Corporation dinyatakan pailit, muncul beragam penelitian tentang penyebab kebangkrutan perusahaan pelopor film fotografi tersebut. Menurut sejumlah pengamat, seperti dikutip laman timesofindia.com, Senin (23/1), perusahaan pelopor fotografi tersebut tak sanggup melawan arus digital yang semakin berkembang setiap tahun. Tidak seperti IBM dan Xerox Corp, yang sukses menciptakan arus pendapatan baru saat bisnis mereka menurun. 
Mereka menilai kesalahan Kodak membuang proyek-proyek baru terlalu cepat yang menyebarkan investasi digital terlalu luas, dan puas pada penilaian Rochester, New York, yang membutakan perusahaan untuk berinovasi pada teknologi lain.

"Kodak sangat puas dengan penilaiain Rochester dan tak pernah mengembangkan kehadiran teknologi baru di pusat-pusat dunia," ujar Rosabeth Kanter, Profesor Administrasi Bisnis Arbuckle di Harvard Business School. "Ini seperti mereka tinggal di museum," sindirnya. 

Sejak 1888, George Eastman menciptakan sebuah mesin yang menangkap gambar pada pelat kaca besar. Tak puas dengan terobosan itu, dia melanjutkan untuk mengembangkan film roll dan kemudian kamera Brownie. Selanjutnya pada 1960, Kodak mulai mempelajari potensi komputer dan membuat terobosan besar di tahun 1975, saat salah satu insinyur, Steve Sasson, menemukan kamera digital. Namun, Kodak tak segera mencium potensi pasar tersebut dan tak fokus pada high-end kamera bagi pasar niche. Para eksekutif juga takut mengorbankan penjualan film initi mereka. 

"Ketika (George Eastman) meninggal, ia menyisakan pengaruh pada perusahaan, yang salah satunya Kodak akan terus terikat dalam nostalgia," kata Nancy Westt, seorang profesor yang menulis sejarah Kodak dari University of Missouri. "Nostalgia memang indah, tapi itu tidak memungkinkan orang untuk bergerak maju." tandasnya. 

Selain itu, penyebab kebangkrutan Kodak karena perusahaan tersebut melewatkan peluang bisnis. Di Consumer Electronics Show di Las Vegas tahunan pekan lalu, Perez dan Kodak memperkenalkan dua kamera baru yang diyakini bisa terhubung secara nirkabel dengan printer dan posting foto ke Facebook. Namun beberapa pengulas gadget mengatakan kamera baru tidak bisa terhubung ke web tanpa membonceng pada smartphone atau koneksi Wi-Fi.

"Orang tidak hanya tertarik dengan fitur baru, kecuali sesuatu yang revolusioner, dan ini adalah fitur tambahan,"ujar Suzanne Kantra, Editor Blog Teknologi Techlicious dan matan Editor Teknologi Popular Science.

Analis mengatakan Kodak bisa menjadi sebuah kelompok media sosial jika telah berhasil meyakinkan konsumen untuk menggunakan layanan online untuk menyimpan, berbagi, dan mengedit foto-foto mereka. Sebaliknya, Kodak berfokus terlalu banyak pada perangkat dan kalah dalam pertempuran online untuk jaringan sosial seperti Facebook.

                                                                     TEORI
KEPEMIMPINAN
            Kepemimpinan menurut Daeli (2010) merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Kepemimpinan merupakan proses dinamis yang berbeda dari situasi ke situasi dengan perubahan pada pemimpin, pengikut, dan situasi.
BUDAYA ORGANISASI

            Menurut Patterson (dalam Indayanti dkk, 2012) budaya organisasi didefinisikan sebagai persepsi karyawan terhadap kebijakan, prosedur, dan perilaku yang mendukung dari organisasi.

ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus diatas, dapat dikatakan bahwa perusahaan Kodak mempunyai masalah dalam mengembangkan inovasi baru. Dimana budaya organisasi dalam perusahaan Kodak masih belum bisa membuat perusahaan bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama dan terus semakin berkembang. Dan budaya organisasinya itu bisa berpengaruh pada kinerja karyawan, karena kinerja karyawan sangat berpengaruh pada kemajuan sebuah perusahaan. Contohnya soal ide untuk membuat inovasi baru untuk produk sebuah perusahaan itu.
Selain itu, peran pemimpin pun sangat menentukan perusahaan itu bisa berkembang maju atau tidak. Karena kalau peran pemimpin saja kurang, karyawan pun akan kurang optimal dalam menjalani pekerjaan.



Referensi:
Daeli, S.P. (2010). Hubungan Kepemimpinan dan Motivasi Kerja dengan Kepuasan Kerja. Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Dalam Negeri.

Jumat, 19 Mei 2017

Dinas Psikologi TNI AU (DISPSIAU)

Hallo, kali ini saya akan membahas tentang Dinas Psikologi TNI AU yang saya kunjungi pada tanggal 16 Mei 2017 lalu.....

Awal terbentukmya DISPSIAU ini karena adanya kebutuhan akan mengatasi kasus dalam operasi penerbangan. 1 Agustus 1951 merupakan Hari Jadi DISPSIAU. DISPSIAU diawali dari jawatan kesehatan dibawah TNI-AD

DISPSIAU memiliki 4 subdis (Sub Dinas), berikut penjelasannya:

  1. Subdis Psikologi Penerbangan, yang bertugas untuk mengadakan seleksi bagi calon-calon penerbang (Akademi AU dan Sipil: penerbang-penerbang Perwira Ikatan Dinas), melaksanakan dukungan latihan penerbang (Counseling, Splitting, dan Training). Dalam Subdis Psikologi Penerbangan ini terdapat 2 bagian Subdis, yaitu:
    - Seksi SELKLASEV PKMU, dalam bagian ini terdapat 2 sub seksi yaitu Sub Seksi Seleksi dan Klasifikasi PKMU serta Sub Seksi Evaluasi Psikologi PKMU.
    - Seksi DUKPSI PKMU, bagian ini bertugas untuk melakukan ranah seleksi PNB, Dukungan Pendidikan Penerbangan, Dukungan Operasi Penerbangan, dan Kegiatan Uji Human Factors.
  2. Subdis Psikologi Personel, yang bertugas untuk melakukan Flying Psychologist, melakukan Penelitian Tes Kecerdasan Emosi, mengumpulkan data dengan melakukan tes kecerdasan emosi, dan memberikan konsultasi.
  3. Subdis Psikologi Pendidikan, yang bertugas untuk pemeriksa psikologi dan memberi pelatihan yang berupa tes lapangan, serta memberi dukungan dengan kegiatan konsultasi, memberi pengajaran. Subdis ini pun melaksanakan seleksi, klasifikasi, dan eveluasi pada para calon siswa.
  4. Laboraturium Psikologi Penerbangan, untuk menyeleksi petugas khusus dengan tes CAT dan analisa SWOT. Dalam Laboraturium Psikologi Penerbangan ini terdapat beberapa fasilitas untuk menunjang kegiatan yang dilakukan yaitu tiga kelas ruang komputer, dua ruang untuk tes tertulis, satu ruangan CCTV, lima ruang diskusi, dan tujuh ruangan untuk melakukan wawancara. 
Budaya Organisasi dalam DISPSIAU
Budaya organisasi dalam DISPSIAU dilakukan pada saat apel (pagi, siang, maupun sore), kegiatan itu bertujuan untuk melihat kesiapan para anggota, dan jumlah para anggota yang masih ada di tempat. Kegiatan tersebut berupa Saptamarga, Sumpah Prajurit, Perintah Harian Kasau, dan Disiplin.
Selain itu, dilakukan juga saling hormat junior dan senior dengan mengucapkan selamat pagi, siang, maupun sore setiap kali bertemu/berpapasan. Dan melakukan tanggung jawab dalam bekerja.

Kamis, 11 Mei 2017

COACHING, MENTORING, COUNSELING

COACHING

Menurut Whitmore (dalam Passmore, 2010) coaching adalah pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Lalu, Downey (dalam Passmore, 2010) mengatakan bahwa coaching merupakan seni memfasilitasi kinerja, pembelajaran, dan pengembangan orang lain.

Coaching fokus mengajarkan berbagai keterampilan teknis dan non teknis kepada seorang individu dan menunjukkannya.

Grant (2001) menyebutkan bahwa coaching sebagai sebuah proses untuk meningkatkan kinerja dan kesehjateraan hidup pada populasi klien orang dewasa normal (non klinis). Melalui definisi ini, maka coaching bukanlah proses yang bersifat terapeutik, dan karenanya berbeda dengan psikoterapi dan konseling.

MENTORING

Mentoring merupakan sebuah proses seorang individu yang memiliki pengalaman atau keahlian lebih untuk memberikan dorongan, nasihat, dan dukungan kepada seorang rekan yang kurang berpengalaman, dengan tujuan membantu orang yang sedang dibimbing belajar sesuatu (Federal dalam Sulung, 2016).

Mentoring adalah proses belajar mengajar dalam upaya memperoleh pengalaman pribadi terkait dengan hubungan antar individu yang saling timbal balik, dalam upaya mengembangkan karir diantara dua individu yang berbeda usia, kepribadian, siklus hidup, status profesional, atau kredensial (Cooper dalam Sulung, 2016).



COUNSELING

Konseling di desain untuk menolong individu dalam memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk mencapai tujuan penentuan diri (self determination). Hal ini dilakukan melalui pemahaman tentang berbagai pilihan yang telah dikomunikasikan dengan baik dalam proses konseling serta melalui pemecahan masalah emosional dan karakter interpersonal (McLeod dalam Gantina, 2011).

Menurut Cavanagh (dalam Gantina, 2011) konseling merupakan hubungan antara helper (orang yang memberikan bantuan) yang telah mendapatkan pelatihan dengan helpee (orang yang mendapatkan atau mencari bantuan) yang didasari oleh keterampilan helper dan atmosfer yang diciptakan untuk membantu helpee belajar membangun relasi baik dengan dirinya maupun dengan orang lain dengan cara yang produktif.

Konseling berfokus membantu individu untuk mengelola permasalahan mereka sendiri dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.



Referensi:
Papu, Yohanes. (2016). Pelatihan coach and counseling untuk para pendamping anak jalanan di yayasan sahabat anak melalui strategi WDEP. Jurnal Psiko-Edukasi, 14, 143-151.

Yuliawan, T. P. (2016). Coaching Psychology: sebuah pengantar. Buletin Psikologi, 19(2).

Sulung, N. (2016). Efektifitas metode preceptor dan mentor dalam meningkatkan kompetensi perawat klinik. Journal of Applied Science and Education, 9(2), 224-235.

Kamis, 13 April 2017

Supervisory Management

Sarwoto (1993) menjelaskan bahwa Supervisor ialah seorang anggota dari manajemen yang bertanggung jawab atas pekerjaan dari kelompoknya kepada tingkatan manajemen yang lebih tinggi. Untuk mencapai manajemen yang efektif dibutuhkan 3M yaitu Man, Material dan Money. Ketiganya saling berkaitan apabila salah satu tidak terpenuhi maka tidak akan mencapai manajemen yang efektif. 
Manajemen mencari sinergi yang positif yang akan memungkinkan organisasi untuk meningkatkan kinerja para karyawannya (Locke, 2009)

Adapun lima fungsi management, yaitu: 



  •     Planing, untuk menetapkan tujuan dan sasaran untuk mengubahnya menjadi sebuah rencana fisik
  •    Organizing, sebuah garis pengawas sumber daya yang tersedia (alat-alat departemen, peralatan, bahan, dan juga tenaga kerja)
  •      Staffing, dimana pengawas kiasan terhadap struktur organsasi
  •     Leading, pengawas merupakan energi para sumber daya manusia (memberikan motivasi, komunikasi, dan kepemimpinan)
  •     Controlling, setelah mengatur rencana departemen, supervisor harus menyatakan terus menerus skor hasil rencana bekerja.


    Tingkatan Manager, sebagai berikut:


  •     Top Management, yang berutugas untuk merencanakan kegiatan/tujuan dan sebuah strategi dan mengawasi jalannya kegiatan yang akan dilakukan itu
  •      Middle Management, yang bertugas untuk menurunkan perintah dari atasan untuk disampaikan kepada Low Management, level management ini juga bisa disebut sebagai translator karena dapat menyederhanakan tugas yang harus disampaikan kepada Low Management
  •   Low Management, yang bertugas untuk menjalankan strategi yang diberikan oleh Top Management dan juga bertugas untuk mengontrol jalannya strategi itu agar dapat berjalan lancar seperti yang di arahkan oleh Top Management.

ANALISA KASUS

      Kasus:
     Presiden Uber, Jeff Jones, memutuskan hengkang dari perusahaan rintisan tersebut setelah bergabung kurang dari setahun. Menurut laporan Recode, keputusan Jones ini berhubungan langsung dengan sejumlah skandal yang ada dalam perusahaan. Dikutip dari Business Insider, Senin (20/3/2017), Jones merasa Uber berada dalam kondisi yang tak pernah dipikirkan sebelumnya saat ia setuju untuk bergabung dengan perusahaan tersebut. Di samping itu, keputusan ini juga disebut-sebut akibat tak langsung dari rencana CEO Uber Travis Kalanick untuk mengisi posisi Chief Operating Officer (COO). Kabar ini secara tak langsung juga diamini oleh memo Kalanick pada karyawan perusahaan. Dalam memo tersebut, Kalanick mengatakan keputusan Jeff keluar karena ia merasa tak yakin dengan masa depannya di Uber setelah ada pengumuman resmi untuk mencari COO.

Untuk informasi, keputusan Kalanick untuk merekrut COO telah diumumkan pada karyawan pada 7 Maret 2017. Keputusan itu diambil setelah rentetan insiden yang dianggap merusak citra perusahaan, sehingga Kalanick membuka lowongan COO untuk menjadi rekan baru dalam memimpin Uber. Melalui pernyataan terpisah, Jones juga telah mengonfirmasi keputusan tersebut. Pria yang sebelumnya berkarir sebagai Chief Marketing Officer (CMO) di Target itu mengatakan pendekatan kepemimpinan yang telah membimbing karirnya ternyata tidak konsisten dengan hal yang dialaminya di Uber. Karena itu, ia pun memutuskan tak lagi melanjutkan pekerjaannya. Sejumlah sumber di tempat bekerja dulu menuturkan keputusan Jones ini bukan hal yang mengagetkan. Sumber anonim menuturkan Jones memang dikenal tak menyukai konflik. Karenanya, beberapa masalah yang menghampiri Uber ini dianggap menjadi alasan kuat pria yang baru bergabung 6 bulan ini memilih keluar.

Seperti diketahui, lebih dari 200 ribu konsumen Uber pada Januari 2017 menghapus akun mereka. Langkah itu merupakan bagian dari gerakan #DeleteUber oleh sebagian masyarakat Amerika Serikat yang menganggap perusahaan itu mendukung regulasi Trump terkait pembatasan imigran dari tujuh negara. Kemudian, Uber melakukan investigasi internal tentang budaya kerja perusahaan setelah mantan engineer, Susan Fowler, mempublikasikan kisah tentang keberpihakan gender dan pelecehan seksual yang dialaminya di sana. Tak berhenti di sana, Uber juga digugat oleh Waymo, anak perusahan Alphabet yang juga investor perusahaan. Mereka menduga bahwa Uber telah mencuri kekayaan intelektual mengenai mobil otonomos. (Dam/Ysl)

Analisis:
Dalam kasus tersebut, dengan hengkangnya Presiden Uber bisa jadi disebabkan oleh Planing yang sebelumnya direncanakan sejak awal ia bergabung dengan Uber tidak sesuai dengan apa yang direncanakan itu. Misalkan yang awalnya Uber memiliki tujuan dan strategi X, namun setelah berjalannya waktu tujuan X itu tidak bisa dicapai sama sekali karena perusahaan fokus pada tujuan yang lain.
Permasalahan yang terjadi ini pun bisa saja karena apa yang diperintahkan oleh Top Management tidak berjalan dengan baik seperti yang diharapkan oleh Top Management.



  Referensi:   
 Locke, E. A. (2009). Handbook of Principles of Organizational Behavior: ndispensable knowledge for evidence-based management. United Kingdom: John Wiley and Sons.
  Sarwoto. (1993). Supervisor. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
http://tekno.liputan6.com/read/2892661/baru-bertugas-6-bulan-presiden-uber-memilih-hengkang


Jumat, 24 Maret 2017

Training Need Analysis (TNA)

TRAINING NEED ANALYSIS (TNA)




Analisa kebutuhan pelatihan dapat menjadi fase yang paling penting dari desain pelatihan karena keberhasilannya tergantung pada kolaboratif intensif antara pemangku kepentingan utama. Tujuan TNA adalah untuk memperjelas tujuan pelatihan, menerangi konteks organisasi, menentukan kinerja yang efektif dan penggeraknya, dan mulai menumbuhkan iklim belajar (Locke, 2009).

Kegiatan penting yang dilakukan dalam fase analisis kebutuhan, yaitu:

a. Conduct due diligence, adalah proses untuk memperjelas dan mengukur manfaat yang diharapkan dari pelatihan untuk individu, tim, dan unit tingkat yang lebih tinggi (divisi, organisasi, masyarakat). Tujuan dari proses ini adalah untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk memiliki dialog obyektif dan tidak memihak tentang apakah atau kapan solusi tertentu harus dilembagakan.

b. Define performance requirements, melibatkan menjelaskan, menggabungkan, dan mengontekstualisasikan proses dan kerja sama tim yang sangat penting untuk kinerja secara keseluruhan. Persediaan berorientasi tugas, wawancara insiden kritis, kelompok fokus, dan macam kartu bisa saling membantu nuansa faktor kunci - perilaku - dan kognitif.

c. Define cognitive and affective states, sebagai karyawan memberlakukan proses kinerja (mis penilaian situasi) mereka secara dinamis memanfaatkan dan merevisi (model mis mental, situasi kesadaran) mereka kognitif dan afektif (mis diri - Manfaat inisiasi, motivasi) negara. Desainer dibebankan dengan menciptakan solusi pelatihan harus menjelaskan dan bingkai negara-negara ini, tentukan mengapa dan bagaimana mereka memungkinkan kinerja yang efektif, dan menempa pengalaman instruksional yang tepat target mereka untuk pembangunan.

d. Define KSA attributes, selain membingkai proses inti dan negara kognitif dan afektif yang secara kolektif terdiri kinerja afektif, praktisi pelatihan juga harus menentukan model atribut. Atribut model menentukan determinan langsung dari kinerja seperti pengetahuan, keterampilan, dan sikap (KSA). Desainer pelatihan harus memanfaatkan persediaan terstruktur untuk pengembangan oleh solusi pelatihan. Sebagai contoh, deklaratif (yaitu apa), prosedural (yaitu bagaimana), dan strategis (yaitu mengapa) pengetahuan yang diperlukan untuk secara efektif melaksanakan proses kinerja harus didefinisikan. pengetahuan strategis sangat penting karena memungkinkan peserta untuk memahami mengapa dan kapan untuk menerapkan pengetahuan deklaratif (Kozlowski, Gully, Brown, Salas, Smith, dan Nason, dalam Locke, 2009).

e. Delineate learning objectives, langkah terakhir dalam kebutuhan pelatihan menganalisis melibatkan menggambarkan tujuan pembelajaran. Informasi yang dikumpulkan dari langkah sebelumnya dari proses analisis kebutuhan harus diterjemahkan ke dalam tujuan pelatihan, tujuan pembelajaran, dan memungkinkan tujuan. Dalam prakteknya, laporan tugas sering berubah menjadi tujuan pembelajaran dengan melengkapi mereka dengan informasi dan standar kinerja kontekstual.

DEVELOP TRAINING CONTENT

Tahap kedua merancang solusi pelatihan melibatkan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam mendukung pengembangan  konten pelatihan, yaitu:

a. Design learning architecture, sebuah arsitektur pembelajaran terdiri dari beberapa subsistem terintegrasi yang secara kolektif menyediakan kemampuan untuk merencanakan, pilih, penulis, urutan, dorongan, mengevaluasi, toko dan pembelajaran tambang konten, teknik, algoritma penilaian, profil KSA, dan catatan kinerja. Sebuah sistem manajemen skenario cerdas dapat diprogram untuk memberikan desainer instruksional, instruktur, dan peserta pelatihan dengan akses, alat, dan bimbingan yang diperlukan untuk membuat dan mengubah konten untuk mencerminkan tantangan operasional (Zachary, Bilazarian, Burns, dan Canon-Bowers, dalam Locke, 2009).

b. Forge instructional experiences, langkah yang paling penting dari pengembangan konten pelatihan melibatkan panduan dan percampuran pengalaman instruksional. Proses ini meliputi menguraikan manajemen rencana pembelajaran, panduan instruktur, dan bila perlu script rinci. 
Ketika jalur belum mencakup tepatnya mendefinisikan kronologi menyeluruh tunggal dari pengalaman, baris waktu acara alternatif yang paling efektif harus dipetakan untuk membantu menginformasikan skenario sequencing, penilaian, dan umpan balik. Konten dalam lingkungan kontrol pembelajar bahkan tinggi harus diurutkan sampai batas tertentu karena perkembangan struktur pengetahuan dan proses kinerja kompleks yang bergantung pada perolehan sebelumnya dan chunking pengetahuan dan keterampilan yang lebih mendasar (Anderson, dalam Locke, 2009).

c. Develop assessment tools, setelah pengalaman instruksional bermakna telah dipalsukan, alat penilaian dan teknik harus dikembangkan untuk mengoperasionalkan konstruksi pembelajaran kunci. Bimbingan yang paling mudah adalah dengan mengembangkan langkah-langkah standar konstruksi kesatuan; menilai beberapa hasil belajar dan proses kinerja; dan triangulasi pengukuran hasil melalui metode penilaian beberapa (Nunnally dan Bernstein, dalam Locke, 2009).


IMPLEMENT TRAINING

Implementasi adalah tahap kunci dalam proses pelatihan, sebagian karena terikat erat dengan sistem organisasi di mana pelatihan dilakukan. Lebih khusus, ada tiga kegiatan utama yang terkait dengan pelaksanaan pelatihan, yaitu:


a. Set the stage for learning, setting panggung untuk pembelajaran dimulai dengan memastikan pelatih yang dipersiapkan dengan baik untuk memudahkan pengiriman instruksi, mengenali dan menilai pembelajaran, dan memperkuat kinerja yang efektif ketika itu terjadi. Ada beberapa pendekatan untuk mempersiapkan pelatih untuk melakukan tugas mereka seperti pelatihan penilai kesalahan, kerangka pelatihan referensi, dan simulasi mental kegiatan instruktur.
Langkah kedua dalam setting panggung untuk belajar melibatkan mempersiapkan peserta pelatihan untuk perolehan KSA. Ini termasuk mengukur dan meningkatkan motivasi belajar trainee, self-efficacy, dan self-regulation (Colquitt, Lepine, dan Noe, dalam Locke, 2009). Setelah pelatih dan peserta pelatihan yang cukup siap untuk terlibat dalam pembelajaran, tujuan dari pelatihan harus dinyatakan dan dijelaskan. 
Langkah berikutnya menyatakan standar pembelajaran dan kinerja sehingga peserta memiliki tolok ukur yang tepat terhadap yang untuk mengukur pengembangan mereka. Selain menetapkan standar, pelatih harus mendiskusikan bagaimana peserta pelatihan harus mengejar tujuan. Peserta didik harus didorong untuk mengeksplorasi, mencoba, dan aktif membangun makna dari acara pelatihan.

b. Deliver the blended learning solution, tahap kedua dalam melaksanakan pelatihan melibatkan memberikan solusi blended learning. Ada tiga mekanisme untuk memberikan konten termasuk penyajian informasi, pemodelan, dan praktek. Informasi dapat disajikan melalui penggunaan kuliah, tugas membaca, studi kasus, dan diskusi terbuka. Konten spesifik apa yang dibahas ditentukan oleh KSA tertentu yang ditargetkan untuk pembangunan tetapi juga harus mencakup deskripsi dari kinerja yang efektif dan tidak efektif, kesalahan kerja umum, dan taktik untuk menghadapi tantangan bisnis.

c. Support transfer and maintenance, pelatihan sering disimpulkan ketika praktik dan penilaian yang lengkap. Hal ini sangat disayangkan karena pasca - tahap praktek menyediakan jendela peluang untuk meningkatkan perpindahan dan pemeliharaan pembelajaran.
Langkah terakhir dari pelaksanaan pelatihan melibatkan intervensi di tempat kerja untuk membantu memastikan transfer. Melibatkan manajer trainee dan pengawas untuk mendorong, mengakui, dan menghargai tampilan baru diperoleh KSA dapat membantu menumbuhkan iklim untuk belajar. Langkah-langkah juga harus diambil untuk meminimalkan delay antara pelatihan dan penggunaan operasional kemampuan baru.

EVALUATE TRAINING
Tahap akhir dalam merancang pelatihan yang sistematis melibatkan mengevaluasi apakah pelatihan itu efektif, dan yang lebih penting, mengapa hal itu efektif (atau tidak efektif) sehingga perbaikan diperlukan dapat dibuat. Sayangnya, banyak organisasi tidak mengevaluasi efektivitas pelatihan karena evaluasi dapat mahal dan sumber daya intensif. Oleh karena itu, sangat penting bahwa organisasi menilai efektivitas pelatihan dan menggunakan informasi yang dikumpulkan sebagai sarana untuk memperbaiki desain pelatihan.


Referensi:
Locke, E. A. (2009). Handbook of Principles of Organizational Behavior. United Kingdom: John Wiley and Sons, Ltd 

Jumat, 17 Maret 2017

TRAINING (PELATIHAN) DAN DEVELOPMENT (PENGEMBANGAN)

TRAINING (PELATIHAN) DAN DEVELOPMENT (PENGEMBANGAN)


TRAINING (PELATIHAN)
Pelatihan adalah suatu kegiatan yang direncanakan oleh perusahaan/institusi untuk memfasilitasi proses belajar karyawan untuk mencapai kompetensi dalam pekerjaanya (Noe, dalam Yuwono dkk, 2005). Kompetisi ini meliputi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dianggap penting untuk mencapai kinerja yang tinggi. Tujuan pelatihan yaitu agar karyawan dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dilatih dalam program pelatihan sehingga dapat diaplikasikan dalam kegiatan mereka sehari-hari. Dari penjelasan itu kita dapat mengerti bahwa pelatihan merupakan suatu proses belajar.

DEVELOPMENT (PENGEMBANGAN)
            Pengertian tentang konsep pengembangan yang bermakna pertumbuhan atau realisasi dari kemampuan seseorang melalui proses belajar yang disadari atau tidak disadari (Yuwono dkk, 2005). Menurut Amstrong (dalam Yuwono dkk, 2005) program pengembangan biasanya meliputi elemen dari pelajaran yang direncanakan, pengalaman dan seringkali didukung oleh fasilitas coaching dan konseling. Sedangkan menurut Noe (dalam Yuwono, 2005), pengembangan mengacu pada pendidikan formal, pengalaman kerja, hubungan interpersonal serta penilaian (assessment) terhadap kepribadian dan kemampuan yang dapat membantu karyawan mempersiapkan diri untuk masa yang akan datang.

FILOSOFI PELATIHAN
Menurut Amstrong (dalam Yuwono dkk, 2005) Training Philosophy meliputi:
  • Pendekatan strategis dalam pelatihan, yaitu suatu perspektif jangka panjang tentang keterampilan, pengetahuan dan tingkat kompetensi karyawan yang dibutuhkan oleh perusahaan/organisasi.
  • Terintegrasi, program pelatihan yang direncanakan harus dibuat secara terintegrasi dengan seluruh bagian dalam organisasi.
  • Relevan, pelatihan harus disesuaikan dengan identifikasi maslah dan kebutuhan organisasi beserta individu pendukungnya.
  •  Berdasarkan masalah, pelatihan harus didasarkan pada usaha penyelesaian masalah dalam organisasi.
  • Berorientasi pada tindakan, pelatihan sebaiknya menekankan pada program yang memungkinkan untuk dilaksanakan dan mendorong orang untuk bertindak.
  • Terkait dengan kinerja, keterkaitan pelatihan dengan tuntutan kinerja secara khusus.
  • Berkesinambungan, pelatihan tidak hanya ditujukan pada occasional point dalam karir seorang karyawan.
Keuntungan yang dapat diperoleh organisasi jika berhasil melaksanakan program pelatihan yang sesuai dengan filosofi tersebut menurut Amstrong (dalam Yuwono dkk, 2005) yaitu:
  • Meminimalkan biaya untuk proses belajar
  • Meningkatkan kinerja individual, kelompok dan perusahaan
  • Meningkatkan fleksibilitas operasional
  • Menghasilkan staf yang berkualitas tinggi
  • Meningkatkan komitemen staf
  • Membantu mengelola perubahan
  • Membantu mengembangkan budaya yang positif dalam organisasi
  • Memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan.

DESAIN SISTEM PELATIHAN YANG EFEKTIF
a.       Langkah 1. Menganalisa Kebutuhan Pelatihan
Analisa kebutuhan pelatihan adalah upaya untuk memastikan apakah pelatihan merupakan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan oleh organisasi dan karyawan atau tidak.
-          Analisa Terhadap Organisasi
Menurut Noe (dalam Yuwono dkk, 2005), ada 3 faktor yang perlu dipertimbankan sebelum memilih pelatihan sebagai solusi dari masalah yang dihadapi, yaitu:
1.      Arah Strategi Organisasi
2.      Dukungan Manajer dan Rekan Kerja
3.      Sumber Daya Untuk Pelatihan
-          Analisa Terhadap Karyawan
Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu:
1.      Karakteristik Karyawan, mencakup pengetahuan, kemampuan dan keterampilan, sikap dan motivasi
2.      Input, terkait dengan instruksi tentang apa, bagaimana dan kapan tugas dilakukan
3.      Output, mencakup standar untuk menilai keberhasilan kinerja, konsekwensi, dan konsekwensi positif dan negatif
4.      Umpan balik, merupakan informasi yang diterima karyawan tentang kinerjanya
-          Analisa Terhadap Tugas
Berikut analisa terhadap tugas, yaitu:
1.      Memilih pekerjaan yang akan dianalisa
2.      Membuat daftar pendahuluan tentang tugas yang akan dilakukan dalam suatu pekerjaan
3.      Melakukan validasi atau konfirmasi tentang daftar tugas yang telah dibuat
4.      Indentifikasi tantang pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pendukung yang dibutuhkan untuk melakukan masing-masing tugas
b.      Langkah 2. Menentukan Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan yang benar mempunyai 4 kriteria, yaitu:
-          Dapat diamati (observable), tujuan pelatihan dibuat dalam pernyataan tertulis tentang jenis perilaku khusus yang didapat
-          Dapat diukur (measureable), tujuan pelatihan harus dapat terukur sehingga dapat dinilai seberapa tepat perilaku yang ditampilkan
-          Dapat dicapai (attainable), tujuan pelatihan harus realistis
-          Spesifik
c.       Langkah 3. Memastikan Kesiapan Karyawan dalam Mengikuti Pelatihan
Kesiapan mengikuti pelatihan ini meliputi:
-          Karakteristik pribadi yang dibutuhkan untuk mempelajari materi pelatihan dan menerapkannya dalam pekerjaan
-          Lingkungan kerja yang dapat memberi fasilitas untuk proses belajar
d.      Langkah 4. Menciptakan Suatu Lingkungan Belajar
Program pelatihan harus melibatkan prinsip-prinsip dalam teori belajar yaitu:
-          Teori Penguat, teori ini menekankan bahwa orang akan termotivasi melakukan atau menghindari suatu perilaku karena pengalaman atas hasil/akibat dari perilaku tersebut dimasa lalu
-          Teori Belajar Sosial, teori ini menekankan bahwa seseorang belajar melalui proses pengamatan/observasi terhadap perilaku orang lain (model) yang mereka anggap berpengetahuan atau terbukti mampu
-          Teori Kognitif, menggambarkan cara individu berlajar untuk mengenali dan mendefinisikan masalah serta bereksperimen untuk menemukan solusinya
-          General Laws of Learning, suatu pernyataan yang menggambarkan kondisi yang harus ada agar peserta dapat belajar
-          Teori Belajar Orang Dewasa, dikembangkan sebagai teori khusus untuk membahas bagaimana orang dewasa belajar
-          Transfer Of Training, kemampuan peserta menerapkan secara efektif dan berkesinambungan apa yang telah mereka pelajari kedalam pekerjaannya
e.       Langkah 5. Mengorganisasikan Materi Pelatihan
Ada 2 prinsip utama yang dapat membantu cara mendesain kurikulum:
-          Ajarkan keterampilan dengan urutan yang kronologis, artinya ajarkan peserta bagaimana menguasai keterampilan langkah demi langkah sesuai dengan urutan yang kronologis, yaitu mengorganisasikan informasi dalam suatu urutan waktu
-          Ajarkan keterampilan yang sederhana/mudah sebelum mengerjakan keterampilang yang rumit/suli
Cara mengajarkan keterampilan:
-          Tell, memberikan deskripsi verba;/gambaran dengan kata-kata tentang bagaimana keterampilan harus dilakukan
-          Show, demonstrasikan bagaimana keterampilan harus dilakukan atau tunjukan melalui video
-          Invite, minta peserta untuk berlatih keterampilan yang diajarkan
-          Encourage, mengidentifikasi apalah peserta telah melakukan keterampilan dengan benar
-          Correct, mengidentifikasi bagaimana peserta dapat meningkatkan kinerjanya
f.       Langkah 6. Memilih Metode Pelatihan
Metode pelatihan terdiri dari:
-          Metode presentasi, metode dimana peserta pelatihan lebih banyak berperan sebagai penerima informasi yang pasif
-          Metode hands-on, metode pelatihan yang menuntu peserta untuk terlibat secara aktif dalam pelatihan
-          Metode membangun kelompok, metode ini digunakan untuk meningkatkan efektivitas tim atau kelompok
g.      Langkah 7. Mengevaluasi Program Pelatihan
Evaluasi program pelatihan terdiri dari evaluasi formatif dan sumatif.
-          Evaluasi formatif, memberi informasi tentang bagaimana membuat program yang lebih baik. Evaluasi ini biasanya menyangkut pengumpulan data kualitatif tentang program

-          Evaluasi sumatif, evaluasi yang mengukur sejauh mana perubahan peserta sebagai hasil dari partisipasinya dalam program pelatihan.

Referensi:

Yuwono, I., Suhariadi, F., Handoyo, S., Fajrianthi., Muhammad, B. S., & Septarini, B. G. (2005).  Psikologi Industri & Organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga